Resensi: The Heavenly Couple



Judul Buku : The Heavenly Couple
Penulis : Manije Armin
Penerbit : Pustaka IIMaN
Jenis Buku : Based On True Story
Pembaca : Semua Kalangan
Nilai : (3/4)

Halo Sobat KBB,

“Seorang gadis masuk rumah suaminya dengan pakaian pengantin dan harus keluar dari sana dengan kain kafan.” Itulah kata-kata ibunya yang selalu diingat Malihe bahkan ketika ia berikrar pada hari pernikahannya. Dan kemudian kesetian dan kesabarannya sebagai seorang istri benar-benar teruji. Majid, suaminya, adalah laki-laki yang melibatkan dirinya dengan kelompok ekstrem sebelum menikah. Meski telah bertobat, imbasnya Majid kini sulit mencari pekerjaan karena telah dicap berbahaya. Situasi panas pasca perang (revolusi) memang tak kenal ampun terhadap orang yang terlanjur dicap ekstrem meski orang itu telah lepas tangan. Maka berangkatlah Majid, Malihe, serta kedua orang anak mereka yaitu Mahdi dan Shaba ke perbatasan Iran, untuk menyelundup ke Turki dan kemudian terbang ke luar negeri demi mendapatkan hidup yang tenang dan terlepas dari bayang-bayang masa lalu Majid yang kelam. Sesampai di Turki, tinggallah mereka dalam sebuah penginapan milik Nyonya Golin dan Akram Afandi, seorang nyonya baik hati dan tuan yang temperamental. Mereka mempekerjakan Majid yang pandai melukis, untuk menjual lukisan wajah para tamu-tamu yang datang dan hasil dibagi dua dengan Akram Afandi. Sementara hampir setiap hari Malihe pergi ke kantor imigrasi untuk mendapatkan Visa agar mereka bisa pergi ke luar negeri, namun tak pernah berhasil. Keberadaan Majid tercium oleh polisi. Majid pun kabur dengan dibawa pergi oleh seorang pelayan restoran yang bekerja di resto milik Akram Afandi bernama Hanif. Majid di bawa ke sebuah tempat tertutup yang di sebut Taman Surga, tempat yang sangat indah. Ia ditempatkan dalam satu tempat berisikan orang-orang yang kesemuanya berpakaian hijau dan tak pernah bicara, karena untuk mereka, bicara adalah aib. Mereka semua adalah seniman yang bertugas melukis Kurshid Pasha, yaitu seorang yang menganggap dirinya setengah dewa. Kuas-kuas dan kanvas mahal tersedia. Namun Majid bingung, tempat apakah itu? Sementara Malihe dan anak-anaknya, terus mencari Majid yang tak jua diketemukan. Hanif menemukan mereka dan langsung membawa mereka ke hotel Pasha, yaitu hotel mewah bagi orang-orang kaya. Hanif bilang, yang membiayai mereka adalah Majid. Namun setiap kali Malihe menanyakan Majid, yang keluar sebagai jawaban adalah, bahwa Majid sedang bekerja dan mereka baru bisa bertemu dengan Majid setelah Majid merampungkam kerjanya. Suatu kali, Malihe minta dengan sangat kepada Hanif agar dirinya dipertemukan dengan Majid. Maka Hanif pun mengatur pertemuan itu di depan masjid Aya Sofia. Dalam pertemuan itu, Malihe bertemu dengan Majid yang telah berubah drastis. Sinar di mata Majid meredup dan berat tubuhnya terlihat menyusut banyak. Malihe merasa ada sesuatu yang tak beres dengan suaminya. Namun Malihe tak tahu apa dan tak bisa berbuat apa-apa. Terlebih lagi ketika Majid menyuruh Malihe pulang ke Iran lewat goresan kata-kata yang diukir melalui ujung sepatunya waktu itu. Malihe bimbang. Akankah ia meninggalkan Majid sebatang kara dan kembali menyusuri Iran bersama Mahdi dan Shaba? Karena sebagai istri yang berbakti, hal itu bertentangan dengan hati nuraninya untuk selalu mendampingi sang suami dalam suka maupun duka. Akankah mereka berkumpul kembali?
Manije Armin mengemas cerita ini secara ringkas dan cukup menarik. Namun ada satu hal yang saya rasa menjadi kekurangan. Yaitu minimnya deskripsi, sehingga pembaca tidak mendapat gambaran secara utuh perihal setting atau latar belakang dan budaya dari novel ini. Padahal novel ini berlatarkan negeri Iran dan Turki yang sudah tentu sangat berbeda dengan Indonesia. Mungkin hal ini pulalah yang menjadikan novel ini tak terlalu tebal. Selebihnya, novel ini cukup menarik untuk dibaca.

Salam Inspirasi,
-Maryam Diyah-
Koordinator Divisi Resensi

1 komentar:

Unknown mengatakan...

menarikkk untuk dibaca

Posting Komentar